Sabtu, 27 September 2014

Denganmu Aku Bahagia

Suatu hari yang indah dengan kenangan buruk akan menimpaku. Aku tak pernah memperdulikan seberapa kejamnya duniaku karena aku akan tetap berada pada profesiku sebagai penari yang selalu berekspresi sesempurna mungkin
“hai ciasya, tarian ye benar-benar bagus” ucap ipung dengan lagaknya yang genit. Dia adalah teman sekaligus penggemar yang memiliki hati layaknya seorang putri. Konon cerita, kudengar ibunya berharap memiliki anak perempuan tetapi yang terjadi malah sebaliknya dan ipung ingin menjadi seperti wanita agar bisa membahagiakan ibunya
“apa kamu pernah berkata bahwa tarianku buruk? Mari kita makan ipung” kataku
“eke akan menanggung banyak resiko jika menghina tarian ye. Oh iya, ini kali pertamanya si Woge datang menonton ye setelah sekian lama hubungan kalian merenggang. Ada apa? Ada yang ye sembunyikan padaku” ucap Ipung curiga
“serius? Kenapa dia tidak menghubungiku. Kemana Woge?” aku bertanya kebingungan
“aku disini. Maaf tidak menghubungimu terlebih dahulu” suara Woge mengagetkanku dan Ipung “kamu terbiasa makan setelah menari ‘kan? Aku masih ingat kebiasaanmu. Aku ingin mengajakmu makan. Ada hal penting yang ingin aku bicarakan. Aku yang traktir” lanjut Woge meminta kepadaku. Aku hanya mengangguk mengiyakan permintaannya
Aku menemani lelaki yang aku cintai dari dulu. Dia sedang melahap makanannya. Aku tidak makan, aku hanya menatapnya, aku tidak mau kehilangan sejengkal ekspresi wajah ganteng itu
“silahkan makan Ciasya, matamu jangan terus menari-nari menatapku” tegur Woge
“oh, iya iya. Ada apa? apa yang ingin kamu katakan?” tanyaku sambil mengunyah makanan
“oh, ini tentang keberanianku mengungkapkan perasaanku Sya tapi, habiskan dulu makananmu” jawab Woge dan melanjutkan makanannya. Aku tersenyum dan berhenti makan
“tentang perasaanmu? Segala sesuatu yang akan kamu tanyakan akan aku jawab iya. Aku tidak akan memintamu untuk menungguku lagi. Aku akan fokus untuk mencintaimu Ge. Aku menunggu pernyataan ini sejak lama, aku menyayangimu” ucapku mengebu. Woge mengangkat sebelah alisnya
“bukan itu maksudku Sya” Woge membantah ucapanku. Aku tertegun saat itu namun, aku tak melanjutkan pembicaraan. Woge memberiku sebuah undangan
“aku akan bertunangan dengan Mea dan sebentar lagi akan menikah dengannya. Hubungan kita sudah selesai Sya, aku tidak akan memintamu kembali, karena untuk apa? jika yang terbaik sudah ada bersamaku” Woge berbicara dengan tenang. Aku mengangkat sebelah bibirku ke atas
“apa maksudmu? Kamu pikir dengan bertunangan dengan wanita selain aku, kamu akan bahagia? Oke, aku memang salah menghindar darimu karena mengutamakan tariku tapi, itu dulu. Aku akan berhenti menari asal kamu memintaku kembali” pintaku
“tidak perlu. Walaupun aku berat hati memberimu undangan ini tapi, aku harap kamu bisa datang, ajak Ipung saat pesta pertunanganku. Jadilah saksi bisu saat pertunanganku nanti bahwa Woge Supanggih sudah tidak mengharapkan Ciasya, jadilah saksi bisu dimana kedatanganmu akan menjadi doa kelanggengan hubunganku dengan Mea Sidqia. Aku mohon” kata itu menusuk tepat mengenai hatiku. Beberapa kali aku mencoba menghembuskan nafas namun rasanya berat, aku tidak ingin melihatnya agar dapat menahan air mataku
“masih ada yang perlu dikatakan? Kamu bisa meninggalkan tempat ini jika urusanmu telah selesai” aku berbicara dengan suara bergetar menahan amarah
“iya, aku akan pulang. Ciasya, Walaupun kamu memintaku menjadi pacarmu kenyataannya kamu tidak akan menjadi jodohku” Bisik Woge dan meninggalkanku. Aku mendesah dan menangis terisak
“aku akan mati, akan mati. Oh tuhan, aku tidak sanggup” aku berbicara dengan dada sesak
‘Aku juga menyayangimu’ harusnya kata itu yang aku lontarkan sejak awal pertemuanku dengannya. Setidaknya aku tidak akan sesakit ini, saat melihat jemari mungil yang kini telah terikat dengan cincin pertunangan, saat melihat tangan itu menggandeng tangan Mea yang terlihat amat cantik.
Tangan itu yang pernah membawaku menuju surga, mempertaruhkan malu hanya untuk menolongku saat aku terjatuh. Aku memfokuskan mataku hanya untuk melihat pasangan yang sangat serasi. Aku ingin menangis seketika senyum itu kini tak diberikan padaku, senyum yang diperlihatkan untuk menyambut para tamu undangan dan memperkenalkan calon istrinya kepada mereka. Senyum itu juga pernah membawaku berekspresi di atas panggung saat menari, senyum itu yang mampu menghangatkanku saat salju menghujani tubuhku. Aku sangat berterimakasih dengan itu semua bahkan mataku tidak bisa berhenti menatap tangan dan senyum Woge, sampai saat ini aku masih merasakan kenyamanan hanya dengan melihatnya
“ayoo pulang, acaranya sudah selesai” ajak Ipung. Aku tersadar dan menangis saat itu
Aku tahu, aku tidak akan pernah mendapatkan sosok lelaki seindah Woge, aku juga tidak berharap untuk melupakan cinta pertamaku yang bernama Woge. Aku selalu menyibukkan hariku dengan menari dan menari agar tidak ada waktu luang yang aku isi dengan air mata. Aku akan menari dan terus menari sampai aku lupa bagaimana menggerakkan tubuh, bagaimana menyampaikan maksud, bagaimana memutar tubuh, bagaimana memalingkan wajah, bagaimana menekuk kaki, bagaimana menundukkan kepala dan bagaimana menunjukkan ekspresi. Aku bosan, aku capek, aku lelah tapi biarkan saja, aku akan mati dengan caraku sendiri
“hei Ciasya, ye tidak capek? Eke sedih melihat ye yang tanpa bergairah seperti ini. Ye kurus, pucat dan jelek. Eke pengen ye makan sekarang, ada waktu untuk kita makan Ciasya” ipung memasang wajah memelas. Sebenarnya aku tidak tega melihat wajahnya yang sangat mengkhawatirkan aku tapi, aku tidak peduli
“kamu makan sendiri Pung, aku sibuk” ucapku
“jangan gitu sayang, ayo makan. Eke akan membungkuskan makanan untuk ye. Gimana?”
“jika urusanmu sudah selesai. Kamu bisa keluar”
“hee ye kenapa sih? Sampai kapan akan seperti orang gila gini?” Ipung berteriak dan menatapku penuh emosi. Aku berdiri merasa tertantang
“aku? Kamu bilang aku kenapa. Kamu yang kenapa Pung? Sampai kapan kamu berlagak menjadi perempuan dan melupakan bahwa KODRATMU ADALAH LAKI-LAKI?” aku balas berteriak jauh lebih keras dibanding Ipung. Ipung menatapku kaget dan menundukkan kepala, ada rasa bersalah menyelimuti hatiku tapi, aku enggan minta maaf
“apa perlu aku menjelaskan sesuatu yang sudah kamu mengerti? Eke tidak akan pernah berubah jika bukan karena ada alasan penting yang membuat eke berubah. Dengan seperti ini, aku merasa nyaman tapi, dengan Ciasya yang sesempurna itu, apa ye juga merasa nyaman? Eke akan pergi” Ipung melangkahkan kaki beranjak ke luar ruangan
“Ip..pong, aku ingin menikah denganmu. Apa itu menjadi alasan yang kuat agar kamu dapat berubah” aku berkata sambil menunduk malu. Ipung tertawa terbahak-bahak karena pengakuanku
“kamu tahu? Kamu adalah orang yang menghambat hubunganku dengan Woge. Aku tersadar saat aku menolak Woge yang memintaku kembali padanya dulu. Memang lucu bahkan sangat bodoh, aku cantik kenapa rasa nyaman itu ada hanya saat aku bersamamu. Aku bisa memukul, bisa memaki, bisa membantu dan menju l diri hanya denganmu. Aku bebas melakukan apapun tanpa perlu takut seperti apa reaksi orang lain dan itu terjadi saat bersamamu. Dengan memperalatmu, aku selalu terlihat baik-baik saja dan bahagia. Apakah tidak bisa kamu berubah menjadi lelaki normal dan menikahiku? Berkat kamu aku bisa bangun, bernafas dan bertahan hidup. Aku ingin tua bersamamu” aku menjelaskan perasaanku kepada Ipung dengan jujur dan setulus hati. Ipung tertegun mendengar pengakuanku
“ye yakin dengan perasaanmu?” tanya Ipung meyakinkan perasaannya sendiri, aku mengangguk pelan “aku akan berubah menjadi pria sejati jika memang, aku dapat menggendong, membesarkan anak yang lahir dari rahimmu” aku Ipung. aku mengangguk dan tersenyum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar