Kamis, 24 Juli 2014

Cinta Jadi Benci

Liburan lebaran tahun ini aku hanya berlibur di rumah. Menghabiskan waktu bersama adik-adikku. Entah kenapa hari ini rasanya ingin sekali aku membuka facebook ku. Lekas ku ambil laptop dan modem lalu ku buka Facebook ku. Ada sebuah permintaan pertemanan dari Adrian Hersyahdian. Sepertinya nama itu tak asing bagiku. Ku buka profilnya dan kulihat-lihat fotonya. Ada sebuah foto sepertinya itu foto ketika SD. Ya, tidak salah lagi dia teman masa kecilku di Jambi.
Beberapa menit masuk sebuah pesan ke inbox ku.
“Hei Indry. Masih ingat aku?” Tanya Adrian melalui obrolan
“Masih dong Iyan” jawabku.
“Syukurlah. Ternyata kamu masih ingat dengan nama panggilan ku. Aku lihat sekarang kamu narsis ya! makin tembem aja tuh pipi. Hehehe! Bercanda kok kamu makin manis aja ya.” Rayu nya.
“huuu… tau lah kamu udah jadi ABG udah pinter ngerayu”
“ih.. siapa yang ngerayu? Emang bener kok. gula, coklat lewat manisnya. Lebih manis kamu Ry!” gombalnya.
“ah gombal mu” sahut ku.
“terserah kamu deh mau nganggap itu gombal. Yang pasti aku jujur! Oh iya boleh nggak aku minta nomor hp mu?” kata Adrian.
“boleh. Nih 081098993190. Udah dulu ya Iyan” seraya melog out facebook ku. Dan meletakkan laptopku di meja belajarku.
Baru saja ingin ku letakkan kepalaku di bantal cinta pemberian sepupuku, eh handphone ku berdering. Ku ambil hp dan kubuka sms. Ternyata Adrian. Dia mengingatkan ku untuk tidak lupa makan, jaga kesehatan, jangan lupa shalat. Heum aku hanya tersenyum dan membalas sms nya. Hampir setiap hari Adrian mengirimiku pesan singkat. Seperti ada yang berbeda darinya. Ia sering kali menanyakan perasaanku.

 

Liburan lebaran tahun ini aku hanya berlibur di rumah. Menghabiskan waktu bersama adik-adikku. Entah kenapa hari ini rasanya ingin sekali aku membuka facebook ku. Lekas ku ambil laptop dan modem lalu ku buka Facebook ku. Ada sebuah permintaan pertemanan dari Adrian Hersyahdian. Sepertinya nama itu tak asing bagiku. Ku buka profilnya dan kulihat-lihat fotonya. Ada sebuah foto sepertinya itu foto ketika SD. Ya, tidak salah lagi dia teman masa kecilku di Jambi.
Beberapa menit masuk sebuah pesan ke inbox ku.
“Hei Indry. Masih ingat aku?” Tanya Adrian melalui obrolan
“Masih dong Iyan” jawabku.
“Syukurlah. Ternyata kamu masih ingat dengan nama panggilan ku. Aku lihat sekarang kamu narsis ya! makin tembem aja tuh pipi. Hehehe! Bercanda kok kamu makin manis aja ya.” Rayu nya.
“huuu… tau lah kamu udah jadi ABG udah pinter ngerayu”
“ih.. siapa yang ngerayu? Emang bener kok. gula, coklat lewat manisnya. Lebih manis kamu Ry!” gombalnya.
“ah gombal mu” sahut ku.
“terserah kamu deh mau nganggap itu gombal. Yang pasti aku jujur! Oh iya boleh nggak aku minta nomor hp mu?” kata Adrian.
“boleh. Nih 081098993190. Udah dulu ya Iyan” seraya melog out facebook ku. Dan meletakkan laptopku di meja belajarku.
Baru saja ingin ku letakkan kepalaku di bantal cinta pemberian sepupuku, eh handphone ku berdering. Ku ambil hp dan kubuka sms. Ternyata Adrian. Dia mengingatkan ku untuk tidak lupa makan, jaga kesehatan, jangan lupa shalat. Heum aku hanya tersenyum dan membalas sms nya. Hampir setiap hari Adrian mengirimiku pesan singkat. Seperti ada yang berbeda darinya. Ia sering kali menanyakan perasaanku.
Malam ini malam minggu, seperti biasa aku hanya berdiam di kamar dan membalas sms yang masuk. “Tumben Adrian gak sms aku.” Pikir ku dalam hati. Tak lama setelah itu nada dering handphoneku berbunyi ku angkat telpon dari Adrian. Aku kaget dan heran dengan semua perkataannya.
“Halo indry. Selamat malam minggu. Aku mau ngomong penting. Sebenernya malam ini adalah malam yang udah lama ku tunggu. Aku selama ini nyimpan perasaan sama kamu. Sejak kita SD dulu. kamu pindah tanpa pamit. aku sempat putus asa. Karena kamu nggak ninggalin nomor yang bisa dihubungi. Dan sekarang kita udah deket lagi meskipun berbeda kota.. Aku gak mau nyianyia in kesempatan ini. Kamu mau kan jadi pacar aku?” ungkap Adrian panjang lebar di handphone.
Namun aku hanya menanggapi dengan diam.
“Indry, kenapa diam? Jawab! Kamu mau kan?” Adrian memaksaku untuk menjawab.
dan akhirnya aku menjawab
“Iyan, kita itu beda kota. Jauh lagi. Dan Indry gak mau pacaran. Gak harus dengan pacaran kan kita bisa deket?” jawabku dengan nada lemah.
tit.. tit.. tit…
Sepertinya Adrian marah dan mematikan Handphonenya. Aku nggak bermaksud nolak Adrian. Tapi memang aku gak mau pacaran. Apalagi Adrian itu sahabatku. Biarlah Adrian tenang dulu lusa aku akan meminta maaf padanya.
Sepulang sekolah aku mengambil hp ku dan menghubungi Adrian, namun sayang nomornya tak aktif lagi. Aku tak putus asa, ku buka facebook. Kebetulan banget saat itu Adrian lagi online.
“Adrian! Maafin Indry ya. indry gak maksud nolak kamu. Lebih baik kita sahabatan aja ya? Indry yakin kalau kita jodoh pasti nanti bakal dipersatukan” ku kirim pesan itu untuk Adrian. Tak lama setelah itu Adrian membalas.
“ya. Gak apa kok Ry. Tapi aku mau tanya sekali lagi, kamu sayang kan sama aku?” jawab Adrian dibaringi pertanyaan.
“sayang dong. Kamu kan sahabatku!” sahut ku.
“kalau begitu kamu mau kan jadi lebih dari sahabatku? Kamu mau kan jadi pacarku?” tanyanya.
“Sekali lagi maaf ya Iyan. Aku gak mau pacaran. Kita sahabatan aja dulu. Lagi pula kita masih SMP. Belum waktunya.” Jelasku.
“ah kamu banyak omong” balas Adrian.
Aku hanya diam dan heran melihat pesan balasan Adrian. Sungguh sangat berbeda Adrian yang dulu ku kenal. Tak ku sangka Adrian sahabat kecilku itu berubah jauh. Aku tak membalas pesannya. aku berharap Adrian tidak menyimpan dendam padaku. Waktu berlalu begitu saja, liburan semester sudah di depan mata. Ayah dan ibu mengajakku berlibur ke Jambi. Aku senang karena akan berkunjung ke kota kelahiranku.
Ku sms Ferta sahabat karibku yang tinggal di Jambi. Ferta adalah sepupu Adrian, sepertinya dia tidak tahu apa yang terjadi di antara aku dan Adrian. Dia berkata akan membawaku bertemu Adrian di rumah pohon yang dulu sering kami kunjungi. Di sepanjang perjalanan aku terus memikirkan itu hingga akhirnya aku terlelap. Ketika ku buka mata ternyata aku telah sampai di kota kelahiranku itu. Akhirnya aku sampai di rumah Mak Wo ku. Ku hilangkan penat di badan dengan mengguyur air sumur yang segar ke tubuhku.
Hp ku berdering. Ternyata Ferta.
“Indry, Udah nyampe?” Tanya Ferta.
“Alhamdulillah udah.”
“Ntar siang aku jemputnya. Adrian katanya mau nunggu aja di rumpon (rumah pohon) sama Edo” kata Ferta.
“hmm.. tapiii…” Jawabku
“gak ada tapi-tapi. Kami udah kangen banget tau sama kamu. Udah dulu ya. Sampai jumpa nanti..”
tit.. tit.. tit…
Ferta menutup telponnya. Aku hanya bisa pasrah dan mempersiapkan diri. Aku bertanya-tanya dalam hati. Kira-kira bangaimana reaksi Adrian ketika bertemu denganku.
Sambil menunggu Ferta menjemputku. Aku membaca novel milik Uni ku. Tidak lama setelah aku habis membaca setengah novel Ferta datang menjemputku. Aku dan Ferta langsung menuju rumah pohon yang terletak di samping SD. Terlihat 2 pemuda yang duduk di bawah pohon dari kejauhan. Aku langsung menebak itu pasti Edo dan Adrian.
“Ry, tuh Edo dan Adrian udah pada nunggu!” kata Ferta.
Aku hanya tersenyum penuh kebingungan. Dan menyapa mereka.
“Hai Edo.. hai Adrian…” sapa ku
“Hai juga Indry” Edo menyapaku kembali.
Adrian hanya diam, tiba-tiba ia menarikku naik ke rumah pohon. Aku terkejut dan heran. Seraya berpikir apa yang akan dilakukan Adrian. Sampai di atas rumah pohon Adrian memandangiku dan berkata.
“Bidadari kecilku udah jadi bidadari yang manis dan terlihat sangat muslimah dengan kerudungnya yang indah. Yang telah lama pergi dan kini aku dapat melihatnya lagi. Tapi sayang aku tak bisa memilikinya. Apakah sudah ada orang lain yang mengisi hatimu?”
“kau salah. Aku menolakmu bukan berarti kamu tidak bisa memilikiku. Tapi saat ini adalah waktu kita untuk belajar dan mempersiapkan diri menghadapi masa depan. Jika memang kita diciptakan untuk bersama. Aku yakin Allah akan mempertemukan kita lagi.” Jawabku
“dulu aku cinta kamu.. sekarang aku benci kamu” kata Adrian
“Jadi karena aku menolakmu kamu benci aku?” Tanya ku
“Iya, aku benci kamu. Benar benar cinta kamu. Aku akan menunggumu!” jawab Adrian dengan seyum. Sejak hari itu hubungan persahabatanku dan Adrian kembali membaik, dan kami saling bertukar cerita. Dan terus berharap suatu hari nanti kami bisa dipersatukan. Ternyata bukan hanya benci yang bisa jadi cinta, namun cinta juga bisa berubah menjadi benci yaitu benar-benar cinta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar